Minggu, 09 November 2008

Bahayanya Prasangka Buruk

Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurât (49):12)


Prasangka buruk (su’udzon) seseorang terhadap orang lain dapat timbul karena melihat latar belakang seseorang. A mempunyai prasangka buruk pada B, karena B mempunyai latar belakang yang kelam. B pernah mendekam di penjara selama 5 tahun. Latar belakang kelam inilah yang membuat seseorang menjadi berprasangka buruk.


Saat ini prasangka buruk seseorang tidak ubahnya dengan tanaman. Mulai dari bibit, dirawat dengan disiram dan diberi pupuk. Acara-acara infotainment lah yang menjadikan prasangka buruk tertanam dalam diri manusia. Selebritis A yang digosipkan sedang dekat dengan seorang pejabat. Perceraian selebriti B dan C, diawali oleh rumor yang beredar. Rumor itu mengatakan bahwa ada orang ketiga dibalik perceraian selebriti B dan C.


Mendengar berita yang belum jelas seperti ini akan menyebabkan para penonton berspekulasi dan berprasangka buruk pada para selebriti yang sedang bermasalah.


Setelah menerima berita gosip dan rumor ini, penonton pertama menyebarkan berita itu kepada orang lain, taruhlah namanya si D. D pun akhirnya ikut berprasangka buruk. Begitu seterusnya, prasangka buruk mewabah dan menjadi tren dalam masyarakat Indonesia.


Prasangka buruk akan menjadi sesuatu yang berbahaya bila terjadi antara suami dan istri. Mulanya prasangka buruk, namun ujungnya dapat menjadi menuduh seseorang yang mulia telah melakukan perbuatan zina. Menuduh orang beriman telah melakukan perbuatan zina -padahal dia tidak melakukannya- merupakan perbuatan dosa besar.


Dari Abu Hurairah ra. Nabi Saw. bersabda, “Jauhilah tujuh dosa yang menghancurkan.” Para sahabat bertanya, “Apa saja wahai Rasul?” Beliau menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin yang menjaga diri.” (HR. Bukhari Muslim)


Bila prasangka buruk berujung pada tuduhan melakukan perbuatan maksiat, maka hal ini menjadi sesuatu yang berbahaya. Apalagi bila terjadi dalam hubungan suami istri.


Bila sudah seperti ini, syetan akan membisikkan hal-hal yang semakin memperkeruh suasana. Tujuan syetan dalam memperkeruh suasana adalah agar suami istri itu bercerai. Bila syetan berhasil menjadikan pasangan suami istri bercerai, maka hal ini termasuk prestasi syetan yang tertinggi.


Dari Jabir bin Abdullah ra dari Nabi Saw yang berkata: “Iblis meletakkan singgasananya di atas air kemudian ia mengutus para anak buahnya. Mereka yang paling bawah dari iblis posisinya adalah mereka yang paling parah fitnahnya. Salah satu dari mereka datang seraya berkata: ‘Aku telah melakukan ini dan itu.’ Lalu iblis berkata kepadanya: ‘Kau tidak melakukan apa-apa.’ Lalu salah satu dari mereka datang seraya berkata: ‘Aku tidak meninggalkan manusia sehingga aku telah memisahkan dirinya dengan istrinya.’ Lalu Iblis memposisikan anak buahnya ini dibawahnya seraya berkata: ‘Alangkah hebatnya kamu. Maka iblis menjadikannya sebagai pembantunya.” (HR. Muslim dan lainnya).


Ternyata prasangka buruk itu bukan perbuatan yang dapat dianggap ringan. Karena prasangka buruk dapat mengantarkan seseorang melakukan perbuatan dosa besar, yaitu menuduh orang-orang baik melakukan perbuatan maksiat. Prasangka buruk manusia akan menjadi makanan empuk bagi syetan.

Tidak ada komentar: